MENYELAMATKAN

KAWASAN EKOSISTEM LEUSER

UNTUK GENERASI YANG AKAN DATANG

 

Oleh:

            Jamal M. Gawi & Ikram Sangaji Syarif

 

 

PENDAHULUAN

 

A.    Belajar Dari Sejarah Masa Lalu

Usia planet bumi sudah sangat tua. Begitu pula sejarah umat manusia. Berbagai peristiwa tentang jatuh bangunnya kebudayaan besar telah mewarnai berbagai catatan sejarah. Semua ini merupakan cerminan tentang kelemahan dan kekuatan umat terdahulu.

 

Adalah sangat menarik untuk dikaji bahwa jatuhnya berbagai kebudayaan besar dunia, selain disebabkan oleh faktor kekurangan makanan dan penyakit, juga disebabkan oleh tindakan yang salah dalam mengelola lingkungan alam. Catatan sejarah Lembah Indus di India serta Mesopotania dan Mediterania di Asia Barat-Daya, menunjukkan bahwa pengrusakan hutan untuk kebutuhan mempertahankan pola hidup pada saat itu telah menyebabkan musnahnya tiga kebudayaan besar tersebut (Ponting, 1992).

 

Hal yang sama juga ditemukan pada berbagai peristiwa banjir dan kekeringan yang melanda Indonesia pada umumnya dan Aceh pada khususnya. Pemanfaatan hutan secara berlebihan tanpa mengindahkan keterbatasan lingkungan telah menyebabkan banjir besar pada beberapa kabupaten di D.I. Aceh. Hasil estimasi dari Elfian (1996) menunjukkan bahwa banjir yang disebabkan oleh penebangan hutan menimbulkan kerugian sekitar 54 triliun rupiah pertahun bagi D.I. Aceh.[1] Hasil survei UML menunjukkan bahwa bahwa akibat kekeringan karena tidak berfungsinya irigasi telah menyebabkan kerugian sekitar 300 miliar pertahun bagi D.I. Aceh. Khusus untuk Aceh Tenggara, kerugian karena kekeringan lahan sawah adalah sekitar Rp 134 miliar per tahun.

 

Kondisi di atas mengharuskan kita untuk merenung kembali bahwa tentu saja ada yang salah dalam cara kita berhubungan dengan alam. Oleh sebab itu, kesalahan masa lalu kita harapkan agar tidak terjadi lagi di masa kini dan mendatang. Adalah tanggung jawab generasi muda Aceh Tenggara untuk memastikan bahwa masa depan generasi mendatang di Aceh Tenggara akan terbebas dari ancaman kerusakan alam seperti banjir dan kekeringan. Kalau generasi muda saat ini gagal melakukan tugas ini, maka hanya bencanalah yang akan diwariskan kepada generasi yang akan datang.

 

B.    Tanggung Jawab Penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser

Tanggung jawab penyelamatan kawasan Ekosistem Leuser selain berada di tangan pemerintah, juga seharusnya menjadi tanggung jawab masyarakat, baik masyarakat setempat maupun masyarakat nasional dan internasional. Masyarakat setempat berkepentingan menyelamatkan kawasan Ekosistem Leuser karena kawasan ini selama ini telah memberikan sumbangan yang tak terkirakan dalam bentuk pengaturan tata air, iklim, dll (lihat pembahasan pada bagian II tentang fungsi Ekosistem Leuser). Bagi masyarakat nasional dan internasional, kawasan ini merupakan aset dunia yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati (biodiversity hotspot) yang bersifat unik, artinya hanya satu-satunya ditemukan di muka bumi.

 

Dalam hal peran masyarakat setempat, para leluhur secara arif telah memikirkan warisan sumber daya alam bagi anak cucunya yang akan datang. Para tokoh masyarakat (para ulubalang) dari Plonas, Bambel, Tanah Alas, Gaya Luas, Meukik, Labuhan Haji, Manggeng, Lhok Pawoh Utara, Blangpidi, dan Tapaktuan pada tahun 1927 telah mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk melindungi kawasan Gunung Leuser, Gunung Kemiri , Kuala Tripa sampai dengan Gunung Trinjau Laut – Singkil. Daerah-daerah tersebut diatas sesuai dengan kawasan Ekosistem Leuser sekarang ini. Akhirnya pada tanggal 6 Febuari 1934 keluarlah surat keputusan pertama yang menyangkut pelestarian kawasan Leuser dan ini merupakan refleksi dari tekad masyarakat Aceh untuk melestarikan kawasan Leuser untuk selamanya.

 

Selanjutnya beberapa kawasan lain dimasukan dalam kawasan konservasi yaitu : Rawa Kluet dan kawasan sebelah Timur dari daerah pengunungan Sibolangit (Sekundur, Langkat Barut dan Langkat Selatan ) dan dataran tinggi Kappi. Kawasan inilah yang membentuk komplek Cagar Alam Gunung Leuser. Selanjutnya setelah diadakan survey-survey dan penelitian-penelitian yang mendalam pada tahun 1970-an, maka pada tahun 1980 diusulkan kawasan ini menjadi calon Taman Nasional Gunung Leuser. Dan setelah melalui penelitian yang lebih detail lagi berdasarkan penyebaran satwa dan keanekaragaman hayati (biodiversity) maka kawasan ini menjadi Kawasan Ekosistem Leuser sekarang ini.

 

Masyarakat internasional telah mewujudkan tanggung jawabnya dalam penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser dengan memberikan bantuan dana berupa hibah dan keahlian (ekspertise) yang saat ini digunakan oleh Unit Manajemen Leuser untuk menjalankan Program Pengembangan Leuser (PPL).

 

Secara lebih terperinci, sebenarnya ada beberapa institusi yang terlibat dan bertanggung jawab dalam penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser:

 

(1)  Balai Taman Nasional Gunung Leuser

Balai Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Berlokasi di Kutacane, ibu kota Aceh Tenggara. Balai ini merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, yaitu Direktur Jenderal Pelestarian dan Konservasi Alam (Dirjen PKA). Balai bertanggung jawab untuk memastikan keselamatan dan keamanan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Oleh sebab itu, Balai dilengkapi dengan berbagai infrastruktur termasuk Polisi Hutan (Jagawana) yang dapat bertindak layaknya polisi biasa terhadap pihak-pihak pelanggar ketentuan yang berlaku dalam Taman Nasional. Sayangnya, Balai TNGL belum dapat berfungsi maksimal dikarenakan kekurangan dana dan tenaga serta masih adanya aparat Balai yang juga terlibat dalam kegiatan ilegal. Dalam pelaksanaan tugasnya, Balai berkoordinasi dengan Kanwil Kehutanan setempat.

 

(2)  Dinas Kehutanan

Dinas Kehutanan bertanggung jawab untuk ikut mengelola hutan diluar Taman Nasional Gunung Leuser. Pada daerah Tingkat II terdapat perpanjangan tangan Dinas Kehutanan berupa Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang biasanya berkedudukan di ibukota Kabupaten.Tujuan pengelolaan yang dilakukan adalah untuk memastikan bahwa hutan dapat memberikan manfaat maksimal secara ekonomi dan ekologi. Sayangnya, aspek ekologi sering dilupakan sehingga pemanfaatan secara ekonomilah yang lebih menonjol. Dinas juga memiliki masalah klasik dengan keterlibatan aparatnya dalam kegiatan ilegal dibidang bisnis hutan.

 

Dalam pelaksanaan tugasnya, Dinas Kehutanan berkoordinasi dengan Kanwil Kehutanan. Walaupun demikian, dengan munculnya Undang-Undang Otonomi Daerah, peran Dinas Kehutanan baik di tingkat I dan II akan semakin besar.

 

(3)  Kanwil Kehutanan

Kantor Wilayah Kehutanan (Kanwil) yang berkedudukan di Tingkat I adalah perpanjangan tangan Menteri Kehutanan yang bertugas menyiapkan dan melaksanakan kebijakan kebijakan di bidang kehutanan. Dengan keluarnya Undang-Undang Otonomi Daerah, peran Kanwil akan semakin menciut dan pada akhirnya akan ditiadakan.

 

(4)  Unit Manajemen Leuser

Unit Manajemen Leuser (UML) adalah sebuah lembaga pelaksana yang dibentuk berdasarkan Financing Memorandum (FM) antara Pemerintah RI dengan pihak Uni Eropa. Lembaga ini ditugaskan untuk mengimplementasikan Program Pengembangan Leuser (PPL) sesuai dengan Rencana Kerja Keseluruhan (Overal Work Plan) yang telah disiapkan untuk jangka waktu tujuh tahun (1996-2003). Tugas utama UML adalah mengupayakan agar Kawasan Ekosistem Leuser dapat diselamatlan dari kerusakan dengan melaksanakan berbagai kegiatan mulai dari pengamanan, konservasi, penelitian sampai dengan pembangunan masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, UML berkoordinasi dengan lembaga terkait baik ditingkat pusat maupun daerah, baik institusi pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

 

(5)  Yayasan Leuser Internasional

Yayasan Leuser Internasional (YLI) adalah sebuah LSM yang dibentuk sesuai dengan kesepakatan dalam FM dengan harapan YLI dapat mengambil alih tugas UML setelah PPL berakhir pada tahun 2003. Sesuai dengan Kepres 33/98, YLI mendapat mandat untuk membantu pemerintah melaksanakan pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser selama masa waktu 30 tahun. Tugas YLI tersebut saat ini (sampai tahun 2003) dilaksanakan oleh UML.

 

PEMBAHASAN

 

A.    Fungsi Ekosistem Leuser dalam Pembangunan Berkelanjutan.

 

1.     Pengaturan Air 

Ekosistem Leuser dengan komposisi hutan yang dipenuhi pohon-pohon besar, semak, perdu dan tanaman bawah yang menutupi lantai hutan akan merupakan suatu kawasan yang bisa menyimpan air. Air yang terinfiltrasi di dalam bagian-bagian pohon tadi akan dilepaskan sedikit demi sedikit di lantai hutan berupa mata air dan dari mata air berkumpul menjadi anak-anak sungai yang akhirnya bergabung menjadi sungai. Sebagian air yang meresap kedalam pori-pori tanah akan tertampung pada daerah tertentu di dalam lapisan tanah membentuk air tanah (dalam), sedangkan air tanah permukaan selain berupa sungai, bisa berupa danau dan rawa-rawa, itulah yang menjadi reservoir air bagi kehidupan nanti.

 

Bila komposisi hutan terganggu atau mengalami perobahan karena penebangan yang tidak terkontrol, maka suplai air bagi sumber-sumber penampungan air (reservoeir) akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan menyebabkan ketersediaan air bagi kehidupan terganggu. Phenomena ini bisa mudah dilihat dari adanya sungai-sungai yang kering, penurunan permukaan air di danau-danau dan waduk, rawa-rawa menjadi kering, akhirnya saluran-saluran irigasi kering. Terganggunya siklus air merupakan malapetaka bagi patani-sawah dan industri-industri yang sangat tergantung dengan ketersediaan air.

 

2.     Mendukung Pertanian

Dengan mantapnya hutan, baik keragaman dan kepadatan/kerapatan jenisnya, maka makin mantap ekosistemnya. Sebaliknya bila hutan terganggu yaitu terganggunya tanaman (rantai kehidupan) didalam struktur hutan. Satwa-satwa liar akan terganggu sehingga mereka keluar atau pindah mencari daerah yang aman.Gajah, harimau, babi hutan dan jenis-jenis satwa lainnya yang tadinya hidup aman didalam hutan akhirnya berlarian keluar hutan mengganggu ladang dan perkebunan serta ternak dan usaha penduduk.Gajah merusak semua usaha para petani, harimau mencari mangsa didesa, baik itu berupa ternak bahkan manusia akan dimangsanya. Lahan-lahan perkebunan akan diobrak-abrik oleh kawanan gajah, babi hutan atau rusa.

 

Selain itu yang sangat menyeramkan adalah hama-hama tanaman pertanian yang sebelumnya aman, terikat dalam rantai kehidupan dihutan terutama cyclusnya akhirnya bubar dan mencari makanan atau mangsa lain diluar hutan. Hama tadi menyerang tanaman-tanaman pertanian dan perkebunan dalam jumlah yang sangat banyak.

 

3.     Mendukung Industri

Kestabilan Ekosistem Leuser dapat dikatakan akan memberi bahan baku yang tetap bagi industri baik itu berupa suplai air untuk proses industri, juga hutan menyediakan bahan baku bagi industri hilir.

 

Hasil hutan berupa rotan, damar, kemeyan, obat-obatan, terpentin, dll yang terdapat di dalam Kawasan Ekosistem Leuser yang utuh dan mantap akan selalu tersedia asal pemanenannya dilakukan secara teratur dan baik. Rotan untuk industri merebah sangat terikat erat dengan ketersediaan bahan bakunya dihutan. Industri farmasi sangat tergantung dengan bahan-bahan baku dari dalam hutan.Industri kosmetik dan bahan pengawet dari bahan baku kemeyan.

Jadi keberadaan Ekosistem Leuser yang mantap betul-betul merupakan penyanggah bagi terselenggaranya aneka industri yang bekelanjutan.

 

4.     Pengaturan Iklim

Adanya Ekosistem Leuser memberikan sirkulasi udara yang berkesinambungan bagi daerah sekitarnya. Udara sejuk dan nyaman sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Mantapnya Ekosistem Leuser akan menghasilkan iklim mikro (didalam dan disekitar) hutan. Evapotranspirasi dari Ekosistem Leuser dimana terdapat (sungai, danau, rawa, hutan) memberikan sumbangan bagi mantapnya iklim lokal.

 

Daerah yang berhutan akan menangkap awan yang mengandung uap air, sehingga terkondusasi menjadi butiran air yang kita sebut hujan. Jadi dengan mantapnya Ekosistem Leuser maka musim hujan bisa diharapkan akan stabil untuk daerah-daerah tertentu seperti Aceh Tenggara. Hal ini sangat penting karena Aceh Tenggara merupakan kawasan bayang-bayang hujan (rain shadow), artinya, hujan umumnya terbentuk diluar Aceh Tenggara yang kemudian jatuh di atas bumi Aceh Tenggara karena adanya hutan yang masih utuh. Tanpa adanya hutan yang utuh, maka hujan tersebut akan jatuh ditempat lain.

 

5.     Mendukung Keparawisataan

Manusia selalu mendambakan keharmonisan hidup di alam, dan Ekosistem Leuser menjanjikan hal tersebut.Dengan mantapnya Ekosistem Leuser dapat dipastikan banyak daerah-daerah indah dan nyaman yang bisa diandalkan menjadi daerah tujuan wisata.

 

Selain kesejukan dan kenyamanan, objek-objek alam yang menantang bagi ovonturir (penjelajah alam) sangat banyak didapati didalam Ekosistem Leuser. Namun bila Ekosistem Leuser terganggu atau rusak, maka hal-hal yang tadinya indah, sejuk dan menarik menjadi gersang, kacau dan tidak menarik lagi.

 

6.     Mendukung Pendidikan dan Kebudayaan

Lingkungan alam mempengaruhi jiwa dan karakter suatu bangsa/suku. Suku-suku yang mendiami daerah pesisir berbeda karakternya dengan suku-suku di pegunungan. Inilah yang merupakan dasar dan kebudayaan orang pesisir lebih dinamis, gembira dan cahaya. Karena yang ditantang adalah ombak, laut, angin yang ada terus menerus. Bagi mereka dipegunungan, alam mereka sejuk, stabil dan menyenangkan jiwa. Jadi hal ini membawa jiwa mereka lebih stabil, damai dan tidak terlalu terburu-buru.

Dengan adanya Ekosistem Leuser yang utuh dan baik budaya masyarakat sekitarnya ikut terbina, tertata dan tersimpan dengan baik. Masyarakat akan hidup harmonis dengan alam, tidak terlalu banyak campur tangan manusia di dalamnya.

 

Ekosistem Leuser juga merupakan laboratorium alam yang kompleks dan perlu untuk dipelajari segala dinamika alam yang terjadi dan yang terdapat disana. Dan ini membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius untuk menjaga keamanan dan kestabilan Ekosistem Leuser agar bisa menjadi tempat penelitian, tempat inspirasi para seniman dan menjadi sumber pemahaman manusia tentang kebesaran Ciptaan Tuhan.

 

B.    Pelaksanaan Program Pengembangan Leuser oleh UML

 

1.     Tahap awal dalam bentuk persiapan program dimulai pada pertengahan tahun 1995. Sejak saat tersebut sampai dengan tahun anggaran 1996/1997, kegiatan UML terpusat pada :

a.      Penyusunan Rencana Kerja Umum Program 1996/1997 – 2002/2003.

b.      Penyusunan Rencana Kerja Umum TA. 1996/1997 dan TA. 1997/1998.

c.      Penunjukan tenaga pendamping dari pihak Indonesia.

d.      Pengembangan jaringan kerja UML dengan instansi Pemerintah terkait (Bappeda Tkt I & II), Kanwil, Dinas Tkt I & II dan LSM yang terkait dengan Program Pegembangan Leuser.

e.      Beberapa kegiatan kecil di lapangan mulai dilaksanakan pada bulan Pebruari 1996, didukung oleh dana dalam jumlah terbatas yang disediakan oleh Pemerintah pada bulan Januari 1996, segera setelah pembukaan secara resmi Program Pengembangan Leuser oleh Presiden RI pada acara Pekan Penghijauan Nasional di Desa Lamreh Aceh Besar tgl. 21 Desember 1995.

 

2.     Rencana Kerja Tahun Anggaran 1997/1998 secara praktis baru diimplementasikan pada bulan Nopember 1997, karena curahan dana baru terealisasipada bulan Oktober 1997.

 

3.     Rencana Kerja tahun Anggaran 1998/1999 baru saja mulai dilaksanakanpada bulan Oktober 1999.

 

Jadi melihat keadaan kemajuan yang tidak lancar ini maka berbagai kegiatan program tidak berjalan sesuai rencana. Dan keadaan ini sangat meresahkan semua pihak yang terkait termasuk masyarakat yang sudah lama menunggu.

 

Secara garis besar kegiatan Unit Manajemen Leuser yang sudah dilaksanakan sampai saat ini Desember 1999, oleh setiap Divisi adalah sebagai berikut :

 

1)     Divisi Pendukung Program (General Program Support)

-  Penulisan Buku tentang Ekosistem Leuser

Untuk mensosialisasikan Ekosistem Leuser kepada masyarakat sejak dini, maka telah ditulis buku mengenai EL dengan mencantumkannya sebagai muatan lokal dalam kurikulum SD, SMP, dan SMU guna menambah pengetahuan tentang Leuser.

 

 - Pembuatan Pos Pusat Informasi

Guna memberikan informasi yang lebih jelas kepada masyarakat luas sehingga dapat diperoleh interpretasi yang lebih baik dan benar akan keberadaan Ekosistem Leuser, maka didirikanlah Info Pos yang berfungsi sebagai sarana penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan meliputi pendidikan umum, petani, pemuda, dan wanita di Aceh Timur, Aceh Selatan, dan Aceh Tenggara.

 

2)     Divisi Konservasi dan Manajemen (Conservation and Management Division)

- Kegiatan Pengamanan dan Perlindungan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat melalui penyuluhan dan sarasehan di dalam / sekitar Ekosistem Leuser sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengamanan ekosistem. Dalam hal pengamanan, juga telah dilaksanakan kegiatan monitoring terhadap pengrusakan hutan dalam kawasan Ekosistem Leuser / TNGL melalui pelaksanaan operasi gabungan dan survei photo udara.

 

-   Memelihara kondisi ekologi yang sesuai untuk kelangsungan hidup satwa langka.

Untuk dapat mengembalikan kondisi ekologi yang telah rusak, maka telah dilaksanakan reboisasi habitat satwa yang telah rusak dan juga dengan cara menghutakan kembali 400 Ha tanah di desa Ie Jeurneuh yang merupakan koridor penghubung hutan rawa Singkil di A. Selatan dan hutan dataran rendah di A. Tenggara.

 

        - Mengurangi konflik manusia dan satwa.

Untuk membantu mengatasi konflik antara manusia dan satwa dengan melakukan monitoring dan survei daerah konflik antara lain di daerah Singkil - Bengkung koridor.

 

3)     Divisi Pengembangan Daerah Penyangga (Buffer Zone Development)

 

 - Pembuatan Tanda Batas Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)

Program ini ditujukan untuk menandai batas KEL sepanjang 1700 km yang terletak di enam Kabupaten di Aceh. Program ini dilaksanakan oleh kontraktor dari Banda Aceh dan berada di bawah koordinasi Bapedalda Aceh.

 

-  Melaksanakan Survei Tentang Kondisi Daerah Di Dalam   Dan Di sekitar KEL Terutama Dalam Kaitannya Dengan Ketersediaan Air.

Survei sungai yang dilakukan di enam Kabupaten di Aceh menunjukkan bahwa 53 persen sungai yang mengalir dari KEL debit airnya tinggal kurang dari 50 persen bila dibandingkkan dengan 10 tahun yang lalu. Selain itu, survei kondisi sawah beririgasi juga menunjukkan bahwa lebih dari 15.000 ha sawah mengalami kekeringan/kurang air dengan kerugian sekitar Rp. 200 miliar setiap tahunnya. Selain itu telah pula dilakukan survei kegiatan pemanfaatan sarang burung di Aceh Selatan.

 

-  Mendukung Kegiatan Pemanfaatan Hutan yang Berkelanjutan.

Kegiatan ini dilakukan bersama masyarakat yang bermukim disekitar KEL dengan tujuan untuk memanfaatkan hutan tanpa merusak. Kegiatan yang sedang dilakukan adalah pemanfaatan hasil hutan non kayu di Kemukiman Manggamat.  Dalam kegiatan ini, UML membantu masyarakat baik secara teknis maupun finansial. Selain itu, juga sedang dikembangkan kegiatan Hutan Kemasyarakatan di enam kabupaten di Aceh.

 

- Mengurangi Kegiatan Pemanfaatan Hutan yang Tidak  Berkelanjutan.

Kegiatan ini dilakukan melalui analisis kesesuaian semua kegiatan kehutanan di daerah zona penyangga dan ikut serta dengan pemerintah daerah dalam mengevaluasi keberadaan kegiatan pemanfaatan hutan di dalam KEL.

 

-  Pengembangan Ekoturisme di Aceh

Kegiatan ini untuk memanfaatakn potensi ekoturisme yang ada di KEL. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan adalah: (1) pelatihan Bahasa Inggris, Arung Jeram, dan pendakian gunung; (2) mengembangkan infrastruktur ekowisata seperti toilet, gapura, tempat berteduh, dll.: (3) melakukan seminar dan loka karya Ekowisata, dll.; dan (4) melaksanakan inventarisasi objek ekowisata untuk kelak dikembangkan sebagai daerah tujuan ekowisata.

 

         -  Kerja Sama Dengan LSM Lokal.

Sebagian besar program kerja UML diimplementasikan dengan bekerja sama dengan LSM lokal. Beberapa di antaranya adalah kegiatan survei sarang burung, kegiatan pemanfaatan hasil hutan non kayu, kegiatan hutan kemasyarakatan, kegiatan pemantauan kinerja HPH,  pengembangan ekoturisme, dll.

 

4)     Divisi Pengembangan Daerah Produksi Intensif (Intensif Production Area Development)

-   Kerja Sama Perencanaan Regional Bersama Bappeda Tk.  I dan Tk. II

Perencanaan yang dilakukan terutama dalam kaitannnya dengan pelaksanaan program mikro proyek di bidang pertanian, infrastruktur fisik, industri kecil, dan pengembangan SDM.

 

-  Pelaksanaan Mikro proyek dibidang pertanian, infrastruktur fisik, industri kecil, dan pengembangan SDM di enam Kabupaten yang berbatasan dengan Kawasan Ekosistem Leuser.

Tujuan mikro proyek tersebut adalah untuk mengurangi ketergantungan penduduk dari exploitasi hutan yang tidak berkelanjutan. Pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing instansi terkait dibawah koordinasi Bappeda di setiap Daerah Tingkat II. Sampai saat ini sudah sekitar 100 mikro proyek di laksanakan di enam kabupaten di Propinsi D.I. Aceh. Mikro proyek yang dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tenggara dilampirkan di bagian belakang makalah ini.

 

- Melakukan penelitian yang berkaitan dengan kondisi  sosial ekonomi masyarakat di sekitar KEL.

      Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar KEL sehingga dapat diprediksikan program apa yang perlu dan dapat dikembangkan di suatu daerah.

 

- Bekerja sama dengan instansi terkait dalam menyiapkan  pembangunan lapangan terbang di Kabupaten Aceh Tenggara.

UML menyediakan dukungan dana dan teknis sesuai kebutuhan.

 

 

5)     Divisi Riset, Monitoring, dan Informasi (Research, Monitoring, and Information Division)

 

- Membangun 4 Stasiun Penelitian dan termasuk 1 pos monitoring.

Kegiatan ini ditujukan untuk terus memantau kondisi dan potensi lingkungan Ekosistem Leuser.

 

-  Kerjasama Penelitian.

Kegiatan ini dilakukan melalui kerja sama dengan  berbagai instansi baik di tingkat lokal seperti Unsyiah, STIK; di tingkat Nasional seperti LIPI, UNAS, IPB, dll; dan di tingkat Internasional dengan berbagai Universitas di luar negeri.

 

- Mengembangkan Kurikulum Muatan Lokal Ekosistem Leuser Bagi SD, SLTP & SLTA di Aceh.

Program ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan Unsyiah, dan Kantor Gubernur D.I. Aceh. Tujuannya adalah untuk memberikan pengertian sedini mungkin kepada anak didik tentang pentingnya pelestarian lingkungan khususnya Kawasan Ekosistem Leuser.

 

-  Kerjasama dengan institusi terkait.

Melaksanakan program kerjasama dengan UNSYIAH untuk mendukung pelaksanaan penelitian khususnya dalam bidang biologi, juga memberikan dana kepada mahasiswa maupun staf pengajar dalam penulisan skripsi atau thesis, melakukan riset, mengikuti seminar dan pelatihan serta pembangunan infrastruktur.

 

 

C.    Pengembangan Program Untuk Tahun 2000 – 2003

          Untuk masa mendatang dalam kurun waktu 2000 - 2003 seluruh kegiatan UML masih melanjutkan kegiatan yang lalu.

 

Hal ini disebabkan antara lain:

1.     Turunnya anggaran selalu terlambat 1 tahun sehingga program-program yang lalu masih terbengkalai dan perlu ditindak lanjuti.

2.     Keamanan di berbagai wilayah kerja UML kurang mendukung sehingga rencana kerja di lokasi-lokasi tersebut tertunda hingga jadwal kerja mundur dari tahun 1998/1999 menjadi 1999/2000.

3.     Dua Kabupaten yaitu Aceh Utara dan Deli Serdang baru akan dimulai kegiatan tahun 2000 ini.

4.     Kegiatan-kegiatan UML yang lain (per divisi) akan melanjutkan kegiatan-kegiatan yang tertunda tadi.

 

 

D.  KENDALA - KENDALA

 

Dalam pelaksanaan program-programnya, selain masalah yang disebutkan di atas, Unit Manajemen Leuser sering menghadapi beberapa kendala, antara lain :

1.   Masih terbatasnya kesadaran dan pengakuan berbagai pihak terhadap status dan fungsi Ekosistem Leuser.

2.  Masih banyaknya kegiatan eksploitasi hutan yang tidak lestari di dalam Kawasan Ekosistem Leuser.

4.       Rendahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap pelanggaran   

         peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan dan perkebunan

 


          KESIMPULAN

 

1.     Generasi muda Aceh Tenggara memegang peran kunci untuk menyelamatkan Kawasan Ekosistem Leuser sebagai salah satu aset daerah, nasional dan internasional. Kalau generasi muda sekarang gagal melakukan tugas ini, maka hanya bencana dan kerugian yang akan kita wariskan kepada generasi yang akan datang.

2.     Melihat gejolak, tingkah laku dan perlakuan masyarakat sekitar Ekositem Leuser terhadap hutan dan isinya maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat belum sadar dan mengerti akan pentingnya pelestarian Ekosistem Leuser, oleh karena itu perlu diadakan penyuluhan dan bimbingan yang efektif.

3.     Tanggung jawab pengelolaan dan pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser tidak hanya berada di tangan UML atau YLI, tetapi juga tanggung jawab pemerintah melalui departemen Kehutanan, pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Oleh sebab itu adalah tidak adil bila selalu UML yang menjadi sasaran.

4.     UML bersdia bekerja sama dengan siapa saja untuk menyelamatkan Kawasan Eksosistem Leuser.

5.     Lambatnya pelaksanaan program oleh pihak UML disebabkan oleh berbagai kendala, seperti lambatnya pencairan dana, situasi kemanan yang tidak kondusif, dan rendahnya apresiasi masyarakat terhadap pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser.

6.     Informasi tentang kegiatan Unit Manjemen Leuser belum tersebar luas di masyarakat, terutama masyarakat sekitar Ekosistem Leuser sendiri.

7.     Belum ada/sedikitnya kasus pelanggaranan dan pengrusakan Kawasan Ekosistem Leuser yang dihadapkan ke Pengadilan sehingga pelanggaran-pelanggaran dan pengrusakan Ekosistem Leuser masih terus terjadi hingga kini.

 

 



[1] Menggunakan kurs tahun 1996 yaitu  sekitar Rp. 2500 untuk 1 US$