MENUJU MASA DEPAN ACEH SELATAN
YANG LEBIH BAIK
Berikut ini dicoba uraikan beberapa masalah mendasar yang saat ini dihadapi oleh Kabupaten Aceh Selatan. Selain itu, dicoba uraikan juga beberapa pemikiran tentang pemecahan masalah. Pada intinya semua pemecahan masalah yang ditawarkan membutuhkan suatu perencanaan yang matang dan akurat dari Pemda Aceh Selatan.
1. Keterbatasan
Lahan Untuk Daerah Budidaya
Dengan berdirinya Kabupaten Singkil
dan kondisi alami Kabupaten Aceh Selatan yang berbukit-bukit, maka areal yang
sesuai untuk budidaya, yang umumnya berada pada kemiringan <40% dan bukan
rawa gambut, adalah sangat terbatas yaitu hanya sekitar 44.787,50 ha atau hanya
sekitar 7,5% dari luas daerah Aceh Selatan (data
sementara).
2. Beban
Penduduk Yang Tinggi,
Jumlah penduduk Kabupaten
Aceh Selatan pada tahun 1997 adalah sekitar 400.000 jiwa (dua kali lipat
penduduk Aceh Tenggara). Kalau dibandingkan dengan lahan yang sesuai untuk budidaya, maka
kepadatan penduduk tersebut menjadi sangat tinggi.
3. Bencana
Alam
Bencana alam, terutama sekali
banjir dan tanah longsor,
sudah mulai sering melanda Aceh Selatan. Hal
ini selain mengancam jiwa penduduk, juga punya kaitan langsung dengan kerugian
ekonomi, seperti rusaknya sarana dan prasarana, sawah, dll.
4. Belum
Maksimalnya Pemanfaatan Potensi Daerah
Beberapa potensi
daerah, seperti kawasan pantai dan laut, ekowisata, kawasan budidaya, dll,
belum termanfaatkan secara optimal.
5. Penebangan
Liar dan Keamanan Lahan eks HPH
Masalah
penebangan liar di Kabupaten Aceh Selatan dewasa ini adalah salah satu masalah
yang serius terutama sekalai dalam kaitannya dengan euforia reformasi. Selain itu, keamanan lahan
eks HPH juga sangat terancam dan memerlukan perencanaan alih fungsi kegunaan.
1.
Salah satu
jalan mengatasi keterbatasan lahan untuk budidaya adalah melalui intensifikasi
pemakaian lahan dan melakukan pengalihan sistem ekonomi dari land based economy menjadi non
land based economy, seperti Ekowisata, pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu,
perikanan, peternakan dan industri kecil pertanian dan hasil hutan. Kesemua
sektor di atas tentu saja membutuhkan dukungan sarana dan prasarana baik
teknis, ekonomi, dan sosial. Oleh sebab itu, pengembangan sarana dan prasarana
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan sektor-sektor ekonomi
yang disebutkan di atas
2.
Beban
penduduk yang tinggi ini masih memungkinkan untuk ditampung Kabupaten Aceh
Selatan selama tatanan ekonomi dapat di arahkan kepada intensifikasi dan
peralihan kepada non land based economy.
Selain itu, invesatasi pada Sumberdaya Manusia juga perlu terus dilakukan
sehingga dapat membuka berbagai peluang ekonomi daerah dan luar daerah.
Investasi pada bidang kepemudaan, terutama pelajar SLTA, perlu dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan mereka memasuki pendidikan tingi baik di Aceh maupun
luar Aceh. Harapannya, dengan keluarnya mereka dari Ach Selatan, sebagian dari
mereka akan memperoleh kehidupan yang lebih baik di
luar daerah (hal serupa sangat umum ditemukan pada masyarakat Minangkabau).
Keberhasilan mereka diluar daerah, pada gilirannya diharapkan dapat ikut
memajukan daerah Aceh Selatan.
3.
Bencana
alam berupa banjir dan tanah longsor yang kerap terjadi di Kabupaten Aceh
Selatan disebabkan oleh rusaknya sistem penyangga kehidupan (life-support system) pada hutan yang ada
di Kabupaten ini. Hal ini terutama sekali disebabkan oleh penebangan hutan yang
berlebihan terutama sekali pada lahan dengan kemiringan di atas 40%. Untuk
menghentikan banjir dan tanah longsor, eksploitasi hutan secara terutama pada
lahan dengan kemiringan >40% harus dihentikan. Rusaknya hutan dan bencana
alam yang terjadi telah menimbulkan dampak negatif terhadap potensi ekonomi
daerah seperti rusaknya sarana dan prasarana termasuk rusaknya sawah dan
potensi ekowisata.
4.
Kabupaten
Aceh Selatan mempunyai potensi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara maksimal,
terutama sekali potensi laut dan pantai, ekowisata, dan hasil Hutan Bukan Kayu.
Potensi-potensi ini diperkirkan dapat membantu menunjang pembangunan Aceh
Selatan di masa mendatang. Untuk keperluan ini, perlu segera dibuat studi
inventory untuk mengetahui berapa besar potensi dan bagaimana sistem
pemanfaatannya.
5.
Penebangan
liar yang selama ini terjadi, selain dikarenakan dorongan dari pihak-pihak
tertentu yang bersedia menampung kayu curian, juga dipicu oleh kehadiran HPH.
Masyarakat setempat berpikir kalau HPH yang umumnya dimiliki oleh pihak luar
boleh melakukan esploitasi hutan, kenapa penduduk setempat tidak boleh.
Penebangan liar memiliki implikasi yang sangat serius terhapap kerusakan hutan.
Oleh sebab itu, selain penertiban para penebang liar, kehadiran HPH di
Kabupaten Aceh Selatan juga perlu dikaji ulang.
Selanjutnya perlu
dipikirkan untuk memberikan akses secara legal kepada masyarakat setempat untuk
memanfaatkan hutan eks HPH secara berkelanjutan. Eks HPH, selain sebagian harus dikembalikan
kepada funsgi lindung, bisa dipakai oleh masyarakat sebagai sumber kayu dan
hasil hutan bukan kayu. Khusus untuk pemanfaatan kayu, perlu
dilakukan inventori secara hati-hati untuk menentukan berapa banyak kayu yang
boleh di ambil dari setiap hektar hutan eks HPH tersebut. Dalam
pemanfaatan kayu oleh masyarakat, maka harus juga disiapkan institusi
masyarakat yang akan bertanggung jawab dalam
pengelolaannya. Institusi ini bisa dalam bentuk kelompok
kerja ataupun koperasi.
Khusus untuk
Hasil Hutan Bukan Kayu, selain dapat dimanfaatkan dari potensi yang sudah ada,
harus pula diupayakan untuk meremajakan kembali sehingga hasilnya dapat terus
berkelanjutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu ini dapat dilaksanakan melalui
program hutan kemasyarakatan.
6.
Selain
dari hal-hal yang disebutkan di atas, kabupaten Aceh Selatan juga sudah harus
memikirkan pemenuhan kebutuhan kayu bakar baik untuk masyarakat maupun industri
minyak atsiri di masa depan. Untuk itu harus dilakukan perencanaan pemenuhan
kayu bakar sejak dini terutama sekali melalui penanaman kembali kayu bakar.
Kalau hal ini tidak dilakukan, maka pengambilan kayu bakar dari hutan alam yang
terus menerus akan memberikan implikasi yang serius
terhadap kerusakan hutan.
Demikianlah beberapa pemikiran dasar tentang
masa depan Aceh Tenggara yang lebih baik, semoga dapat membantu.